Rabu, 15 Januari 2014

Teori Segitiga Api Dalam Proses Pembakaran



Api terbentuk dari beberapa sumber, pertama api dari panas bumi, kedua api terbentuk akibat musim kemarau panjang sehingga membakar hutan, ketiga api akibat hubungan arus pendek dari suatu instalasi listrik, keempat dari terbentuk oleh tindakan manusia.
Api berkobar dan membesar akibat terakumulasi secara merata antara panas yang ditimbulkan dan bahan bakar sebagai media antara serta peran oksigen sebagai faktor penentu proses pembakaran. Proses pembakaran adalah peristiwa kimia akibat reaksi exothermic akibat ketiga unsur diatas terakumulasi sehingga terbentuk segitiga api, oksigen (O2) dengan minimal 15% sudah dapat menunjang terjadinya kebenaran, udara bebas mengandung rata-rata 21% O2 dan 79% N2.
Dasar sistem pemadaman adalah merusak keseimbangan reaksi api dalam proses pembakaran. Berbagai upaya yang dilakukan bagaimana cara mengalahkan dan merusak kerusakan keseimbangan reaksi api agar api tidak membesar. Terdapat tiga cara penanggulangan kebakaran antara lain : pertama dengan cara penguraian yaitu memisahkan atau menyingkirkan bahan-bahan yang terbakar dari lingkungan sekelilingnya, kedua dengan cara pendinginan yaitu dengan menurunkan panas sehingga suhu turun sampai dibawah titik nyala, ketiga dengan cara isolasi yaitu dengan menurunkan kadar oksigen sampai dibawah angka 12%.
Dalam kegiatan di industri masalah kebakaran, hanya ditinjau dari olah tangan manusia dalam penanganan teknis misalnya bahan-bahan kimia yang mudah terbakar perbaikan sistem pada mekanisme penyalaan pada kendaraan tindak perawatan pada jaringan instalasi listrik yang rawan kecelakaan, serta faktor kelalaian lupa tidak mematikan putung rokok, mengelas dekat bahan mudah terbakar.
Membahas supaya kebakaran beserta aspek yang timbul didalamnya, perlu mempelajari klasifikasi kebakaran, tujuan mempelajari klasifikasi kebakaran, adalah pertama mendapatkan penggolongan jenis bahan yang terbakar kedua untuk menetapkan jenis alat pemadam kebakaran yang sesuai.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per. 04/Men/1980 tanggal 14 April 1980 tentang syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) agar bisa menyesuaikan jenis apa yang sesuai dan bagaimana pula teknik dan taktik pemadaman.
Teknik pemadaman diperlukan penguasaan pengetahuan tentang pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, dapat cepat menggunakan peralatan dan perlengkapan pemadaman dengan cepat dan benar dan sudah terlatih menghadapi berbagai situasi. Sedang taktik pemadaman adalah tindakan dengan cepat dan tepat tanpa menimbulkan kerugian yang lebih besar. Untuk mengatasi taktik pemadaman tersebut perlu memperhatikan arah pengaruh angin, warna asap kebakaran, lokasi tempat kebakaran.
Klasifikasi kebakaran Indonesia mirip dengan klasifikasi di Amerika Serikat yaitu national fire protection association yaitu kelas A yang terbakar bahan bakar padat yang meninggalkan orang atau abu, kelas B adalah bahan bakar cair atau yang sejenis, kelas C kebakaran akibat instalasi listrik hubungan pendek, dan kelas D kebenaran logam. Masalah kebakaran terangkat isu karena hubungan pendek atau konsleting pentingnya instalasi listrik harus teruji melalui biro instalatur yang andalan sesuai dengan standar yang ditetapkan Lembaga Masalah Kelistrikan (LMK-PLN) kontraktor instalatur listrik harus memiliki sertifikat dan tergabung dalam Asosiasi Kontrakstor Listrik Indonesia (AKLI-PLN).

API PENYEBAB KEBAKARAN



Definisi api adalah suatu fenomena yang dapat diamati dengan adanya cahaya dan panas serta adanya proses perubahan zat menjadi zat baru melalui reaksi kimia oksidasi eksotermal. Api terbentuk karena adanya interaksi beberapa unsur atau elemen yang pada kesetimbangan tertentu dapat menimbulkan api. Sedangkan kebakaran yaitu peristiwa bencana yang ditimbulkan oleh api, yang tidak dikehendaki oleh manusia dan bisa mengakibatkan kerugian nyawa dan harta.
Ditinjau dari jenis api, apidapat dikategorikan menjadi jenis api jinak dan liar. Jenis api jinak artinya api yang masih dapat dikuasai oleh manusia, sedang jenis api liar tidak dapat dikuasai. Inilah yang dinamakan kebakaran. Proses kebakaran atau terjadinya api sebenarnya bisa kita baca dari teori segitiga api yang meliputi elemen bahan, panas dan oksigen. Tanpa salah satu dari ketiga unsur tersebut, api tidak akan muncul. Oksigen sendiri harus membutuhkan diatas 10% kandungan oksigen di udara yang diperlukan untuk memungkinkan terjadinya proses pembakaran. Sedang mengenai sumber panas bisa bisa muncul dari beberapa sebab antara lain:
1.        Sumber api terbuka yaitu penggunaan api yang langsung dalam beraktivitas seperti: masak, las, dan lain-lain.
2.        Listrik Dinamis yaitu panas yang berlebihan dari sistem peralatan atau rangkaian listrik seperti: setrika, atau karena adanya korsleting.
3.        Listrik Statis yaitu panas yang ditimbulkan akibat loncatan ion negatif dengan ion positif seperti: peti.
4.        Mekanis yaitu panas yang ditimbulkan akibat gesekan/benturan benda seperti: gerinda, memaku, dan lain-lain.

Tetrahidral Api
Kimia yaitu panas yang timbul akibat reaksi kimia seperti: karbit dengan air. Bisa juga karena kecenderungan terjadi reaksi kimia akibat adanya elemen ke empat. Inilah yang biasa dinamakan tetrahidral api.
Ada beberapa klasifikasi kebakaran berdasarkan jenis bahan yang terbakar antara lain :
a.         Kelas A: Benda padat seperti kertas, kayu, plastik, karet, kain, dsb.
b.        Kelas B: Benda cair seperti mInyak tanah, bensin, solar, tinner, gas elpiji, dsb.
c.         Kelas C: Kebakaran listrik, travo, kabel/konsleting arus listriknya.
d.        Kelas D: Kebakaran khusus seperti Besi, aluminium, konstruksi baja.

Melawan Kanker dengan Virus

Oncolytic Virotherapy merupakan sebuah terapi yang menggunakan virus yang dilemahkan untuk melawan sel-sel kanker. Salah satu jenis virus yang biasa digunakan dalam terapi jenis ini adalah modifikasi dari virus herpes simpleks tipe satu (HSV-1). Berbeda halnya dengan virus yang telah dimodifikasi, HSV-1 tipe liar merupakan virus penginfeksi manusia yang menyebabkan luka-luka demam (cold sore) di sekeliling mulut. Virus tersebut juga memiliki memiliki gen neurovirulence, gen tersebut merupakan salah satu penyebab kerusakan sistem syaraf pusat pada penderitanya.
Salah satu modifikasi HSV-1 yang berhasil dibuat untuk menghambat pertumbuhan sel kanker adalah RH2. RH2 merupakan virus termodifikasi yang tidak memiliki gen neurovirulence sehingga resiko kerusakan sistem syaraf akibat dari penggunaan bentuk virus termodifikasi ini untuk terapi kanker dapat dihindari. Selain tidak memiliki gen neurovirulence, keuntungan dari penggunaan RH2 adalah sifatnya fusogeniknya. Sifat tersebut diperoleh dari parental RH2 yaitu HF10 yang merupakan HSV-1 termodifikasi jenis lainnya. Sifat fusogenik yang terdapat dalam RH2 memberikan keuntungan bagi terapi kanker. Keberadaan sifat tersebut memungkinkan RH2 untuk bersatu dengan gen sel kanker dan menyebabkan terganggunya aktivitas pembelahan sel kanker. Pada akhirnya, hal itu akan menghambat pertumbuhan sel kanker.
Selain menghambat pertumbuhan sel kanker, injeksi RH2 ke area kanker mampu mengaktivasi imunitas tubuh. Hal tersebut ditandai dengan aktifnya neutrofil, sejenis leukosit yang berperan sebagai pertahanan tubuh pertama. Imunitas tersebut sebenarnya ditujukan sebagai upaya untuk melawan virus bukan sel kanker. Tidak seperti penyakit lainnya, sel kanker tidak dapat dideteksi oleh tubuh sehingga tubuh tidak mampu menghasilkan antibodi dan serangkaian imunitas lain untuk melawan sel ini. Keuntungan dari injeksi RH2 yaitu dapat menginduksi imunitas tubuh pada area injeksi yang terdapat sel-sel kanker.
Meskipun RH2 memiliki banyak keuntungan untuk diterapkan dalam pengobatan terapi kanker. Namun, belum ada penelitian penerapan jenis virus termodifikasi tersebut terhadap manusia. Hasil penelitian sebelumnya yang mengungkapkan peran RH2 dalam menekan pertumbuhan kanker diperoleh dari sebuah eksperimen sel kanker pada tikus putih. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar pengobatan kanker dengan RH2 ini benar-benar mampu diterapkan dalam tubuh manusia sehingga peluang penderita kanker untuk sembuh akan semakin besar.

Sumber: http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2014/01/15/melawan-kanker-dengan-virus-626658.html

PETA ALIRAN PROSES



Peta aliran proses adalah diagram yang menunjukkan urutan-urutan dari operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu dan penyimpanan yang terjadi selama satu proses atau prosedur berlangsung. Secara terperinci dapat dikatakan bahwa peta aliran proses pada umumnya terbagi dalam dua tipe, yaitu:
1. Peta aliran proses tipe bahan, ialah suatu peta yang menggambarkan kejadian   yang dialami bahan dalam suatu proses atau prosedur operasi.
2.   Peta aliran proses tipe orang, pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu:
a.    Peta aliran proses pekerja yang menggambarkan aliran kerja seorang operator. 
b.    Peta aliran proses pekerja yang menggambarkan aliran kerja sekelompok manusia, sering disebut Peta Proses Kelompok Kerja. 

Secara lebih terperinci dapat diuraikan kegunaan umum dari suatu peta aliran proses. Hal ini dilakukan agar dalam pembuatan peta aliran proses dengan baik sebagai berikut:
1. Bisa digunakan untuk mengetahui aliran bahan atau aktivitas orang mulai masuk dalam suatu proses sampai aktivitas terakhir.
2. Peta ini bisa memberikan informasi mengenai waktu penyelesaian suatu proses atau prosedur.
3. Bisa digunakan untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan atau dilakukan oleh orang selama proses atau prosedur berlangsung.
4.  Sebagai alat untuk melakukan perbaikan-perbaikan proses atau metode kerja.
5. Bisa digunakan untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan atau dilakukan oleh orang selama proses atau prosedur berlangsung.
6.  Sebagai alat untuk melakukan perbaikan proses atau metode kerja.
7. Khusus untuk peta yang hanya menggambarkan aliran yang dialami oleh suatu komponen atau satu orang, secara lebih lengkap, maka peta ini merupakan suatu alat yang akan mempermudah proses analisa untuk mengetahui tempat-tempat dimana terjadi ketidakefisienan atau terjadi ketidaksempurnaan       pekerjaan, sehingga dengan sendirinya dapat digunakan untuk menghilangkan ongkos-ongkos yang tersembunyi (Sutalaksana,1979).

 Beberapa prinsip yang bisa digunakan untuk membuat suatu peta aliran proses yang lengkap. Prinsip-prinsip tersebut digunakan agar dalam pembuatan peta menjadi baik, prinsip-prinsip itu sebagai berikut: (Sutalaksana,1979)
1.      Seperti pada peta proses operasi, suatu peta aliran proses pun mempunyai judul, dimana pada bagian paling atas dari kertas ditulis kepalanya “Peta Aliran Proses”, yang kemudian diikuti dengan pencatatan beberapa       identifikasi, seperti: nomor/nama komponen yang dipetakan, nomor gambar, peta orang atau peta bahan, cara sekarang atau yang diusulkan, tanggal pembuatan, dan nama pembuat peta. Semua informasi ini dicatat disebelah kanan atas kertas.
2.      Disebelah kiri atas kertas, berdampingan dengan informasi yang dicatat pada titik a diatas, dicatat mengenai ringkasan yang memuat, jumlah total dan waktu total dari setiap kegiatan yang terjadi dan juga mengenai total jarak perpindahan yang dialami bahan atau orang selama proses atau prosedur berlangsung.
3.      Setelah bagian kepala selesai dengan lengkap, kemudian di bagian badan diuraikan proses yang terjadi lengkap beserta lambing-lambang dan informasi- informasi mengenai jarak perpindahan, jumlah yang dilayani, waktu yang dibutuhkan dan kecepatan produksi juga ditambahkan dengan kolom Analisa,        Catatan dan Tindakan yang diambil berdasarkan analisa tersebut (Sutalaksana,1979).

 Salah satu cara yang sederhana dalam menganalisa peta aliran proses adalah dengan “Dot and Check Technique”. Cara ini dilaksanakan dengan mengajukan enam buah pertanyaan dasar (apa, dimana, kapan, siapa dan bagaimana) pada setiap kejadian dalam peta aliran proses tersebut, yang kemudian setiap pertanyaan diatas diikuti oleh satu pertanyaan “Mengapa” (Sutalaksana,1979)
Adanya pertanyaan diatas, diharapkan kita dapat melakukan perbaikan disetiap kejadian. Ada kemungkinan tindakan yang bisa dilakukan untuk perbaikan, yaitu:
1.  Menghilangkan aktivitas-aktivitas yang tidak perlu.
2.  Menggabungkan atau merubah tempat kerja.
3.  Menggabungkan atau merubah waktu dan urutan kerja.
4.  Menggabungkan atau merubah orang. 
5. Menyederhanakan atau memperbaiki metode kerja (Sutalaksana,1979).

KERJA



Pengertian atau definisi dari kerja adalah semua aktivitas yang secara sengaja dan berguna dilakukan manusia untuk menjalani kelangsungan hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai umat keseluruhan. Studi ergonomi berkaitan dengan kerja manusia dalam hal ini ditunjuk untuk mengevaluasi dan merancang kembali tata cara kerja yang harus dipastikan agar dapat memberikan peningkatan efektifitas dan efisiensi. Selain juga kenyamanan ataupun keamanan bagi perkerjanya dalam melakukan suatu perkerjaan.
Salah satu tolak ukur (selain waktu) yang dipastikan untuk mengevaluasi apakah tata cara sudah dirancang baik atau belum adalah dengan mengukur pengamatan energi kerja yang harus dilakukan untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. Berat ringannya suatu perkerjaan yang harus dilakukan oleh seorang perkerja akan dapat ditentukan oleh gejala-gejala perubahan yang tampak dapat diukur lewat pengukuran anggota tubuh atau fisik manusia, antara lain:
1.      Laju detak jantung
2.      Tekanan darah
3.      Temperatur badan
4.      Konsumsi oksigen yang dihirup
5.      Kandungan kimia
6.      Laju pengeluaran keringat
(http://Jurnal.sttn-batan.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/17-fisiologis-hal-145-189148.pdf, 2011)