Selasa, 30 April 2013

PENGETAHUAN LINGKUNGAN



RANGKUMAN PRESENTASI PENGETAHUAN LINGKUNGAN PART 1
A.                Studi Kasus Sungai Citarum
            Sungai citarum yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk air minum, pembangkit listrik, perikanan dan irigasi, mengalami kerusakan atau pencemaran lingkungan yang cukup parah. Kawasan perbukitan dan DAS hulu sungai beralih fungsi menjadi perkebunan, belum lagi masyarakat peternak sapi perah di desa Tarumajaya membuang kotoran sapinya langsung ke sungai, yang menjadikan air sungai sudah tercemar sejak dari hulu, dan masuk kekawasan Majalaya tidak sedikit pabrik yang tidak memiliki pengolahan air hingga tingkat pencemaran air Citarum semakin tinggi, (Lintas Jabar, Tarung News) - Julukan Sungai Terjorok di Dunia yang dimuat di koran The Sun pada 2010 dan Sungai Panjang Terkotor oleh kantor berita CNN pada 2011 memang layak disematkan Sungai Citarum.  Hampir sepanjang 297 kilometer mulai dari hulu sungai di Kertasari Kab. Bandung hingga bermuara di Pantai Muara Merdeka, Muara Gembong Kab. Bekasi, eksploitasi disertai pengrusakan tanpa batas terus dilakukan terhadap Sungai Citarum.
            Keberadaan sungai Citarum sebagai sungai terbesar dan terpanjang di daerah Jawa Barat ini seharusnya bisa dimanfaatkan menjadi pembangkit tenaga listrik air (PLTA) di Waduk Saguling yang menghasilkan 700 - 1.400 megawatt, Waduk Cirata (1.008 MW), dan Waduk Jatiluhur (187 MW). Sayangnya masyarakat dan pemerintah kurang memperhatikan manfaat dari sungai Citarum tersebut. Seharusnya masyarakat di sekitar sungai Citarum mempunyai dan kepedulian untuk menjaga kebersihan dan kelestarian sungai Citarum dengan tidak membuang sampah sembarangan termasuk kotoran sapi. Pemerintah juga perlu memberikan sanksi yang tegas kepada perusahaan yang membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu, karena hal tersebut menyebabkan kadar air di sungai citarum menjadi tercemar dan bisa berbahaya bagi ekosistem makhluk hidup yang tinggal di sungai citarum.

B.                 Kependudukan di Indonesia
Penduduk Indonesia kualitasnya saat ini masih sangat memprihatinkan. Berdasarkan penilaian UNDP, pada tahun 2003 kualitas sumber daya manusia yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (human development index) Indonesia mempunyai ranking yang sangat memprihatinkan, yaitu 112 dari 175 negara di dunia.
Praktis, masalah kependudukan dan problematiknya, memerlukan penanganan yang cermat dan lebih terkoordinasi. Buruknya manajemen penyelenggaraan transmigrasi sungguh memprihatinkan karena terjadi saat bangsa Indonesia sedang menghadapi persoalan kependudukan sebagai salah satu masalah nasional. Penduduk Indonesia tahun 2000 sebanyak 205,8 juta. Tahun 2025, angka itu diproyeksikan menjadi 273,7 juta. Jadi, selama 25 tahun, terjadi penambahan jumlah penduduk rata-rata 2,72% tiap tahun. Namun, secara substansial, persoalan kependudukan bukan hanya terkait aspek kuantitatif, tetapi juga aspek kualitatif. Tiga jenis program perlu digalakkan secara serempak di pulau ini, dengan target pemecahan masalah secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Program transmigrasi dengan sasaran daerah-daerah yang tingkat kepadatan penduduknya rendah, keluarga berencana dengan sasaran pasangan usia subur, dan pendidikan kependudukan dengan sasaran generasi muda.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat mengisyaratkan bahwa untuk menghadapi tantangan di bidang kependudukan di Indonesia diperlukan satu rencana besar dalam jangka menengah maupun panjang, termasuk menggalakkan kembali program keluarga berencana. Program keluarga berencana bukan semata-mata ditempatkan sebagai upaya untuk mengendalikan kelahiran bayi yang terkait kondisi dan kepentingan pribadi atau keluarga, tetapi juga demi kepentingan yang lebih luas dan berdimensi masa depan, yakni kepentingan nasional.Tanpa menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan lain yang lebih sempit, mustahil masalah kependudukan bisa diatasi.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar