Yang jadi permasalahan disini adalah karya batik Indonesia yang dijiplak bahkan diakui oleh negara lain. Upaya yang paling mendasar untuk melestarikan batik adalah memberikan penghargaan berupa perlindungan bagi para pembatik atau hasil karya intelektualnya melalui karya seni batik. Perlindungan bagi karya seni batik ini dapat diberikan melalui hak cipta. Hal ini penting karena dalam proses menghasilkan suatu karya batik diperlukan sejumlah pengorbanan, baik pikiran, tenaga, biaya, dan waktu. Namun ketidakjelasan hak-hak bagi pemegang hak cipta seni batik, sistem pendaftaran yang berlaku saat ini juga merupakan faktor pendukung belum dimanfaatkannya pendaftaran hak cipta oleh para pencipta seni batik (eprints.undip.ac.id).
Sistem pendaftaran hak cipta yang saat ini berlaku adalah bersifat deklaratif, dan bukan bersifat konstitutif. Hal ini berarti pendaftaran tersebut bersifat bebas dan tidak memaksa, buka merupakan keharusan. Faktor lainnya adalah mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh para pendaftar hak cipta khususnya pengrajin batik, padahal tidak seluruh pembatik merupakan pengusaha yang bermodal besar. Menjadi tugas dan kewajiban pemerintah melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk memberikan jalan keluar bagi permasalahan tersebut. Sekalipun tidak sebesar hasil industri lainnya namun seni batik secara historis yuridis merupakan budaya tradisional bangsa Indonesia sehingga perlu dilestarikan dan dilindungi. Melalui upaya tersebut diharapkan tidak akan terjadi lagi pembajakan baik oleh masyarakat Indonesia sendiri maupun oleh pengusaha-pengusaha dari negara lain, seperti Malaysia yang telah memiliki Hak Cipta bagi batik tradisional yang sebetulnya milik bangsa Indonesia.
Referensi: Http://eprints.undip.ac.id/18858/1/Rindia_Fanny_Kusumaningtyas.pdf Http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/09/12/80374/JiplakmenjiplakMotifBatik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar